Kontroversi di Balik Bilik Desinfektan

Saat ini bilik desinfektan banyak digunakan sebagai salah satu cara untuk mencegah penyebaran virus corona di berbagai tempat seperti perkantoran, pemukiman, pertokoan maupun tempat lainnya. Vietnam merupakan negara yang menjadi rujukan penggunaan bilik desinfektan di Indonesia dan seperti kita ketahui, Vietnam adalah salahsatu negara yang cukup berhasil mengatasi pandemi Covid-19. Kementerian Kesehatan Vietnam bekerjasama dengan Hanoi University of Technology yang memproduksi bilik desinfektan dengan menggunakan teknologi elektrolisis larutan garam.
Di Indonesia, bilik desinfektan yang banyak digunakan saat ini menggunakan penyemprotan larutan desinfektan secara langsung ke pengguna dan komponen sprayer yang umum digunakan adalah nozzle yang memiliki diameter paling kecil 0,1 (100 mikron). Tentu saja, hasil semprotan akan terasa basah bagi penggunanya, sehingga muncul “candaan fiksi” pengantar galon air minum di pemukiman yang berhenti bekerja karena bisa jadi dirinya bakal mati, bukan virusnya yang mati karena keseringan disemprot di bilik desinfektan akibat layanan antar barang ke pemukiman berkali-kali. Meskipun hingga saat ini, belum ada fakta yang menyebutkan kasus kematian atau kulit terbakar akibat penggunaan Bilik Desinfektan. Selain itu, berdasarkan informasi di lapangan cairan desinfektan yang umum digunakan diantaranya adalah diluted bleach (larutan pemutih/natrium hipoklorit), klorin dan sejenisnya, etanol 70%, amonium kuarterner dan hidrogen peroksida dan cairan ini langsung disemprot ke pengguna bilik. WHO mengeluarkan pernyataan pelarangan penggunaan bilik desinfektan karena dapat berbahaya untuk membran mukosa dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit dan saluran pernapasan jika disemprot secara terus-menerus dan dengan konsentrasi tinggi. Demikian juga dengan Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan pernyataan yang senada dengan WHO.
Sedikit menganalogikan pada penderita kanker, ada proses kemoterapi yang harus dilakukan penderita dalam proses penyembuhannya. Kita ketahui efek samping dari kemoterapi, seperti rambut rontok, nyeri, mual, muntah, nafsu makan menurun, peluang kelainan detak jantung dan berbagai efek samping negatif lainnya. Namun kemoterapi masih dijadikan sebagai salah satu pengobatan medis yang dianjurkan bagi penderita kanker dan setelahnya pasien dapat melalui masa pemulihan. Demikian halnya dengan Bilik Desinfektan yang banyak digunakan saat ini, ada efek sampingnya. Namun efek samping yang terjadi masih dapat ditanggulangi dengan mencuci bagian tubuh yang terkena langsung, menggunakan masker atau memejamkan mata saat penyemprotan yang dilakukan dalam hitungan detik. Virus covid-19 jika diasumsikan sama dengan virus SARS dapat bertahan hidup selama 4-5 hari di permukaan benda, demikian juga di pakaian, sehingga bilik desinfektan dikembangkan untuk mengurangi potensi penyebaran virus covid-19 yang berpeluang menempel di pakaian setelah beraktivitas di luar.
Kita kembali ke Vietnam. Ada hal penting yang terlewat dalam pengembangan sebuah produk, yaitu Riset. Pengembangan bilik desinfektan oleh Kementerian Kesehatan Vietnam yang bekerjasama dengan Hanoi University of Technology pasti melalui sebuah proses riset yang merujuk ke berbagai literatur ilmiah. Sehingga produk yang dikeluarkan aman digunakan oleh warganya dan efektif membantu mengurangi penyebaran virus Covid-19 di Vietnam. Demikian juga dengan Personal Disinfection Room (PDR) yang dikembangkan melalui proses riset yang merujuk pada jurnal ilmiah. Jurnal yang dijadikan rujukan adalah Airborne Virus Inactivation Technology Using Cluster Ions Generated by Discharge Plasma (Nishikawa dan Nojima, 2003). Teknologi Plasma Ion yang digunakan pada Personal Disinfection Room (PDR) menghasilkan plasma ion hidroksil (OH-) yang mampu bereaksi dan merusak dinding sel virus dan bakteri. Residu reaksi ini berupa H2O dan O2 yang terlepas ke udara, sehingga aman dalam penggunaannya. Selain itu, sistem fumigasinya cukup optimal karena ukuran partikelnya 5-9 mikron, sehingga tidak terasa basah pada saat penyemprotan. Dengan sistem knock down dan portable diharapkan dapat menjangkau banyak titik di Indonesia yang membutuhkan.
Personal Disinfection Room (PDR) menggunakan teknologi plasma ion dan teknologi unggul lainnya, yang membedakan dengan bilik desinfektan pada umumnya serta niat baik pada saat pengembangannya, agar dapat berkontribusi sebagai salahsatu solusi dalam mengurangi penyebaran virus Covid-19 di Indonesia. Semoga bermanfaat!

Let’s support our first step to fight Covid-19

www.matraindonesia.com